Merarik
- Irwan cipiero
- Feb 6, 2017
- 3 min read

Upacara Adat "Merariq"
Perkawinan merupakan peristiwa penting, sekaligus kebutuhan setiap manusia. Terdapat beraneka ragam suku bangsa, di mana masing-masing mempunyai adat dan budaya sendiri-sendiri, adat perkawinanpun berbeda antara satu suku bangsa dengan suku bangsa yang lainnya. Masyarakat suku bangsa Sasak mempunyai adat perkawinan yang disebut merarik. Merarik adalah cara masyarakat suku bangsa Sasak melangsungkan perkawinannya itu dengan cara laki-laki atau calon suami mengambil (memabawa lari) calon istri dari rumah orang tuanya, dibawa ke rumah orang tua atau saudara dari pihak laki-laki tanpa sepengetahuan orang tua atau kerabat lainnya dan pihak-pihak yang diduga dapat menggagalkan niat tersebut, setelah terlebih dahulu pasangan tersebut menyetujui untuk menikah.
Diterimanya merarik sebagai cara perkawinan masyarakat, tidak terlepas dari sistem kekerabatan pada masyarakat suku bangsa ini, yang menganut sistem patriarki, dimana sistem ini menurut Parsons, laki-laki bertindak sebagai Chairman of The Board (pemimpin instrumental) yang bertanggung jawab atas nafkah keluarganya dan wanita (istri) karena ia sebagai pemimpin di keluarganya, sehingga dalam masyarakat suku Sasak.
LAKI-LAKI (SUAMI) MEMPUNYAI KEHORMATAN YANG LEBIH TINGGI DAN SANGAT MENENTUKAN DALAM MENGAMBIL KEPUTUSAN KELUARGA.
Di lain pihak, struktur sosial tradisional masyarakat suku Sasak ditandai oleh adanya stratifikasi yang didasarkan atas keturunan laki-laki. Stratifikasi ini membagi masyarakat ke dalam tiga lapisan yaitu, lapisan pernakawan bangsawan, lapisan perwangse, dan lapisan jajar/rakyat biasa. Dalam kehidupan sehari-hari lapisan tersebut nampak dalam panggilan sehari-hari yaitu, Raden/Lalu untuk lapisan bangsawan laki-laki dan Dende/Baiq untuk lapisan bangsawan perempuan. Bila sudah kawin, maka panggilannya adalah mamiq untuk bangsawan laki-laki dan Meme untuk yang perempuan. Sedangkan untuk lapisan Perwangse akan dipanggil Bapak/Bape untuk laki-laki dan inak untuk perempuan yang belum kawin. Setelah kawin mereka akan dipanggil Amaq untuk kaum laki-laki dan Inaq untuk kaum perempuan.
Seorang wanita bangsawan hanya diperkenankan kawin dengan laki-laki yang stratanya sederajat dengannya. Dan ini merupakan yang ideal bagi masyarakat suku bangsa sasak, namun adat Sasak mengakui bahwa kalau sudah jodoh siapapun tidak akan dapat mencegahnya. Maksudnya, sekalipun orang tua menghedaki agar putra-putrinya menikah dalam lingkungan stratanya sendiri, tetapi jodoh selalu datang dari Tuhan, sehingga walaupun seorang wanita dari strata bangsawan kawin dengan laki-laki dari strata jajar karang, kedua belah pihak orang tua tidak akan dapat mencegahnya. Anak wanita seperti ini disebut sebagai salaq kejarian (salah ajaran), dan tidak berhak lagi menjadi anggota strata orang tuanya.
UNTUK MENEROBOS PERKAWINAN TERSEBUT, MAKA TUMBUH DAN BERKEMBANG TRADISI MERARIK, DI MANA WANITA DIBAWA LARI DARI RUMAHNYA TANPA SEPENGETAHUAN ORANG TUANYA.
Tradisi ini kemudian melembaga dan sulit diubah. Dilain pihak, tradisi merarik telah berlangsung dalam kurun waktu yang lama dan masih diterima sebagai cara perkawinan masyarakat Suku Bangsa Sasak di Pulau Lombok hingga kini.
Fungsi Tradisi Merarik Adat Suku Bangsa Sasak di Pulau Lombok;
Sebagai sebuah bentuk hiburan kepada anak muda dan masyarakat; a) Laki-laki menjadikan hiburan saat melarikan wanita; b) Proses upacara sorong serah merupakan bentuk hiburan bagi masyarakat;
Sebagai alat pengesahan pranata-pranata dan lembaga-lembaga kebudayaan merupakan kebiasaan yang terus-menerus dilakukan, hal ini terdapat dalam proses terjadinya merarik dari awal sampai akhir ssebagai berikut; a) Saling Kenal; b) Nenari; c) Merarik/memaling; d) Sejati; e) Runtut Sejati; f) Peradang; g) Selabar; h) Sorong Serah dan Nyongkolan; i) Bales Onos Nae;
Sebagai alat pendidikan merupakan hal-hal baik yang menjadikan lebih baiknya tingkah laku pelaku merarik ataupun masyarakat yang mendukung, seperti prilaku; a) Kesopanan; b) Melinggih; c) Menghindari prasangka buruk; d) Penghargaan terhadap adzan maghrib; e) Fungsi musyawarah;
Sebagai alat pemaksa dan pengawas agar norma-norma masyarakat akan selalu dipatuhi anggota kolektifnya bertujuan untuk membentuk masyarakat yang bermoral dan sanksi-sanksi bagi yang melanggar kebiasaan yang telah disepakati oleh kolektifnya, misal ; a) Diacuhkan oleh adat ketika tidak bisa membayar lunas pasuke.
Nilai Tradisi Merarik Adat Suku Bangsa Sasak di Pulau Lombok;
Nilai Budaya menciptakan nilai kebiasaan yang harus dilakukan dan akan ada sanksi bagi yang melanggar seperti; a) Tata adat dalam proses melamar; b. Tata adat tentang proses melarikan wanita; c. Tata adat tentang kewajiban yang harus dipenuhi oleh pihak laki-laki;
Nilai Pendidikan mengajarkan berbuat baik pada pelaku merarik dan masyarakat melalui perbuatan selama proses merarik berlangsung sebagai berikut; a) Kesopanan; b) Melinggih; c) Menghindari prasangka buruk; d) Penghargaan terhadap adzan maghrib; e) Fungsi musyawarah;
Nilai Religius tergambar dalam kataatan masyarakat terhadap peraturan agama dalam melakukan proses merarik; a) Ajaran untuk disiplin dalam waktu ibadah; b) Ajaran untuk memaafkan; c) Taaruf; d) Silaturrahmi;
Nilai Sosial tercermin dalam hubungan masyarakat dengan masyarakat yang sangat diatur ketat oleh adat; a) Hubungan manusia dengan manusia lain di Sasak diatur ketat oleh adat; b) Ditemukan adanya keterikatan yang kuat sesama tradisi status sosial di Sasak. Misalnya perkawinan harus sama tingkat sosialnya;
Nilai Estetika terdapat pada peralatan dan bahasa yang digunakan dalam proses merarik yang dibuat oleh pelaku merarik dan menjadi identitas tersendiri dan berbeda dengan upacara pernikahan lainnya; a) Upacara terkait perkawinan merarik dihiasi dengan simbol-simbol adat yang mengandung keindahan yang tinggi; b) Penggunaan bahasa yang tinggi dan digunakan dalam semua proses adat merarik.